Cerita Rendy Pandugo tentang musik, kehidupan, dan John
Mayer : Seorang pria dengan penampilan kasual — jaket jeans dan kaus hitam,
lengkap dengan gitar yang dibawa di punggungnya — tiba di kantor Rappler pada
Selasa, 5 September. Hanya melihat sekilas pun orang pasti menyadari bahwa ia
adalah seorang musisi.
Siang itu Rendy Pandugo menjadi bintang tamu dalam acara
Rappler Nongkrong Bareng di GoWork Co-Working Space, Jakarta, dan disiarkan
secara langsung di Facebook Page Rappler Indonesia. Kedatangannya adalah dalam
rangka promosi album perdananya yang baru saja rilis pada Agustus kemarin.
Obrolan bersama Rendy, begitu ia biasa disapa, dimulai
dengan sedikit cerita tentang albumnya yang bertajuk The Journey.
“Ada 11 track, isinya tentang rangkuman nada-nada yang gue
kumpulin selama 5 tahun dari 2010-2015. Jadi isinya pasti beragam, tapi namanya
juga perjalanan pasti enggak mungkin flat terus kan,” ujar Rendy menjawab
pertanyaan Rappler.
Album ini memang sangat spesial. Seluruh lagu yang ada
dibuat dalam bahasa Inggris, dan album ini juga dirilis secara serentak di
beberapa negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Menurut Rendy ini merupakan kali pertama Sony Music Indonesia membuat proyek
serupa.
“Jadi ini memang
proyek pertama kalinya Sony Music Indonesia untuk me-launch ke beberapa negara
Asia. Di Singapura, Malaysia, Filipina, sama Indonesia.”
Roda yang berputar
Selain tentang album barunya, Rendy juga bercerita tentang
perjuangannya sebelum akhirnya berhasil meluncurkan album seperti saat ini.
Bisa dibilang, sifat pantang menyerah yang dimilikinya adalah salah satu kunci
keberhasilannya. Sejak mengenal gitar dan musik pada kelas 6 SD, tak pernah
sekalipun ia berhenti bermain musik.
Meskipun mendapat dukungan penuh dari keluarga untuk
menekuni musik, terjun ke dunia ini tetap bukan lah hal yang mudah. Ia sempat
tampil dengan format duet Dida bersama rekannya Iddo Pradananto dan sempat
mengeluarkan beberapa single, namun ternyata tidak ada kelanjutan dari proyek
tersebut. Ia pun sempat putus asa namun berhasil bangkit lagi dan mulai banyak
mengunggah karyanya di Soundcloud di tahun 2012.
Di platform tersebut, nama Rendy cukup dikenal. Namun hal
itu tidak sama dengan jumlah tawaran manggung yang datang. Pria 32 tahun ini
bahkan sempat mengamen dari kafe ke kafe demi bisa menghidupi dirinya sendiri.
Akhirnya kerja keras tersebut berbuah manis saat tahun 2015
Rendy Pandugo dilirik oleh Sony Music Indonesia. Tak lama kemudian ia
mengeluarkan single perdananya yang merupakan remake dari lagu Sheila on 7,
Sebuah Kisah Klasik. Single tersebut menjadi salah satu lagu dalam album
kompilasi Y2Koustic yang menampilkan lagu-lagu hit tahun 2000-an dengan
aransemen yang berbeda.
John Mayer-nya Indonesia?
Banyak yang mengatakan bahwa gaya permainan, genre lagu, dan
tipe suara Rendy sangat mirip dengan John Mayer. Namun bagi Rendy ia tidak
ingin selalu disama-samakan dengan musisi kenamaan Amerika Serikat itu.
Mengapa?
“Enggak ada orang yang mau disebut-sebut sebagai orang lain,
begitu pun juga gue. Meskipun mungkin gue punya aliran yang sama, atau genre
musik yang sama, dan beberapa tipe permainan yang sama, permainan gitar gue
mungkin terdengar sama, tapi gue berusaha banget untuk bisa menjadi diri gue
sendiri.”
Namun ia tidak menampik bahwa John Mayer merupakan salah
satu inspirasinya dalam bermusik. Bahkan, ia mendapatkan kepercayaan diri untuk
mulai bernyanyi dari pelantun lagu You’re Body is a Wonderland tersebut.
“Bisa dibilang karena gue melihat beliau perform, cukup
mengubah perjalanan musik gue. Karena gue tadinya cuma main gitar dan sama
sekali enggak nyanyi. Dan akhirnya gue mencoba menyanyi, gue coba belajar
nyanyi, ya karena melihat dia nyanyi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar